Langsung ke konten utama

Rindu Ibu ...

Ini Jumat,
Jumat adalah hari di mana saya begitu merindukan Ibu saya,
hal-hal kecil dan juga rutinitas-rutinitas rumah tangga yang saya lakukan sekarang, mengingatkan saya akan masa lalu,  mengingatkan akan rutinitas-rutinitas yang dilakukan Ibu saya semasa saya tinggal bersama Ibu.
Tak melulu hari jumat, tapi jumat menjadikan ingatan saya akan Ibu memuncak, begitu pula dengan rindu saya..

Jumat menjadi hari yang saya pilih untuk mencuci, agar di hari sabtu dan minggu saya punya waktu luang untuk membersamai huda althaf dan abahnya bermain, tanpa saya sambi dengan kegiatan lain (kecuali memasak dan cuci piring tentu saja, ini harus dilakukan tiap hari, karena tak masak sama artinya dengan tak makan), sedangkan hari kerja senin - kamis, di saat huda althaf dan abahnya belajar, ingin juga saya belajar, membuka laptop, dan belajar di sana (dalam jam-jam tertentu, saya menghindar dari facebook dan semacamnya, saya ingin belajar).

Mencuci adalah rutinitas yang paling memakan waktu, energi fisik dan juga batin... yah, batin juga terlibat, karena meskipun hidup di era mesin dan tinggal di negara maju, ternyata saya masih juga mencuci dengan tangan. satu minggu satu kali saya mencuci, sama seperti di kala kecil saya, saat ibu saya belum memiliki cukup uang untuk membeli mesin cuci.

Satu minggu sekali Ibu saya mencuci, di tepi sumur di samping rumah, dengan minimal empat ember disekelilingnya. saya ingat betul bagaimana cara Ibu mencuci, terkadang saya menemaninya sambil bermain, terkadang saya turut terjun di air membantunya membilas, terkadang saya ganti mencuci sebagai hukuman kalau saya melakukan satu hal yang membuatnya marah...

Ibu akan membagi pakaian kotor minimal menjadi dua kelompok, pakaian putih dan pakaian berwarna, kelompok pakaian akan bertambah jika ada pakaian berwarna gelap (seperti handuk), sehingga kelompok pakaian berwarna akan terbagi lagi menjadi pakaian berwarna gelap dan pakaian berwarna terang.

Hal pertama yang Ibu lakukan dengan pakaian-pakaian itu adalah "ngilangi kringet", Ibu tidak langsung memberikan air bersabun di pakaian kotor, tapi ibu akan memasukkan dulu pakaian kotor itu dalam satu ember air bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel. ini tentang ember pertama.
Kedua, Ibu akan mengambil pakaian yang telah basah, kemudian menumpuknya di satu tempat, untuk siap di sikat, terutama untuk pakaian putih. saat satu baju di sikat, maka baju lain diletakkan di tempat arah  air mengalir, agar air sabun tak terbuang percuma, tetapi bisa tetap mengalir ke baju yang lain. baju yang telah disikat dimasukkan dalam satu ember. Ini tentang ember kedua.
Ketiga, disamping ember kedua, akan berderet 3 ember berisi air bersih untuk membilas, Ibu membilas pakaian sebanyak tiga kali, minimal, sampai air bilasan terakhir tak berbusa sama sekali, baru Ibu akan memindahkan pakaian ke ember kosong tanpa air. Ini tentang ember ketiga, keempat, dan kelima.
Keempat, Ibu akan memeras baju sampai terpilin sempurna, hingga tinggal sedikit air yang tersisa, untuk kemudia siap dijemur. Ini tentang ember keenam.

Jumlah ember terkadang berkurang karena ember pecah atau retak, sehingga perlu waktu untuk menambalnya, sehingga untuk sementara tak bisa dipakai dahulu. Ember yang diakai ini pun bukan ember plastik, tapi ember yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, yang kemudian di lubang pantannya agar tak susah Ibu menuang airnya, Ember tanah liat yang di beli dari bakul bakul yang keliling dengan sepeda kronjot yang sering lewat di depan rumah.

Dan sekarang, saya melakukan lagi apa yang Ibu saya lakukan bertahun tahun lalu, tak persis sama, saya tak sekuat Ibu saya..

Saya memanggil Ibu saya Mama...atau dengan panggilan pendek Mi..dari Mami..., meski sekarang saya lebih sering memanggilnya Mbahuti, seperti cucu-cucu nya memanggilnya...

Tapi saya lebih suka bercerita tentang beliau dengan kata panggilan Ibu..
seperti anak-anak saya memanggil saya Ibu..

Saya rindu Ibu..




Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.