Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak.
Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣.Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu.
Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan.
Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bukan hal yang mudah, ternyata.
Kami mempunyai kesempatan melihat dua budaya pendidikan yang sangat berbeda. Hal ini dikarenakan Huda duduk di kelas akhir sekolah dasar. Dan selama tiga tahun terakhir ini Huda (dan juga Althaf) mengikuti dua sekolah sekaligus. Sekolah OBS de Tarthorst sebagai sekolah lokal di Belanda yang diikuti pagi hari dan SIDH (Sekolah Indonesia Den Haag) untuk memperkaya wawasan Indonesianya yang diikuti secara Online selama 1 jam di sore hari.
Dari sisi materi atau kurikulum, dua sekolah ini jelas-jelas berbeda. Dan dari sisi administrasi sekolah dua tipe sekolah ini juga berbeda. Ribet sekali mengurus administrasi sekolah di Indonesia😅, terlebih-lebih jikalau ingin mendaftar di Sekolah Negeri.
(ooh, baiklah, sejujurnya ini sebuah tulisan untuk menyatakan betapa sulitnya mendapatkan akses pendidikan di Indonesia)
Saat ini kami masih tinggak di Belanda, sehingga seluruh proses pendaftaran sekolah untuk jenjang SMP (untuk huda) harus kami lalui di sini. Ada beberapa alternatif yang kami rencanakan, tapi beberapa alternatif itu ternyata terkendala oleh aturan-aturan pemerintah.
Alternatif pertama, huda memulai jenjang SMP di sekolah Indonesia Den Haag (SIDH) dan kemudian pindah ke SMP di dekat kami akan tinggal di Indonesia nanti. Proses pendaftarannya mudah, mengingat Huda adalah lulusan SD SIDH, tetapi huda akan mengalami kesulitan saat pindah nanti karena perpindahan terjadi masih di semester 1, sementara aturan dari pemerintah, siswa tidak boleh pindah saat duduk di semester awal di jenjang sekolah baru, pindah baru boleh dilakukan setelah semester 2. (Ya Tuhan!).
Alternatif kedua, Huda mendaftar sejak awal tahun ajaran di SMP Negeri kota tempat kami akan tinggal nanti. Tapi, begitu melihat rentetan persyaratan yang harus kami penuhi, kami mundur perlahan. Dengan kondisi kami saat ini, ada kesempatan untuk huda mengikuti proses penerimaan siswa baru melalui jalur peepindahan tugas orangtua. Jalur ini mensyaratkan adanya syarat tambahan (selain syarat standar seperti jalur lainnya) yaitu surat pindah tugas orangtua. Surat ini belum bisa kami penuhi, karena surat pindah baru bisa kami dapatkan di bulan agustus. Selain itu juga, untuk siswa dari luar kota Jogjakarta (kami akan tinggal di Yogyakarta, huda harus mengikuti (semacam) ujian masuk karena standar yang diberlakukan oleh sekolah-sekolah do Jogja....
bersambung....
Komentar
Posting Komentar