Langsung ke konten utama

Kliping Sreenshoot terkait 4.11.2016 di Tanah air Beta...

Adakah yang tidak mengikuti pemberitaan di media maya terkait aksi 4 Nov?
Saya rasa semua mengikutinya, bukan hanya yang pro-aksi atau menolak aksi, bahkan yang netral-pun terpaksa turut membaca perang opini di media sosial.

Netral? benarkah? saya contohnya. saya tipe orang yang cenderung diam, jikalau mau saya ber'dalil' ada kok dalilnya:


kenapa akhirnya saya bersuara juga? karena ada yang mengusik saya dengan dalilnya:




Duuuuuuuuuuuuh...ini yang paling membuat saya sakit hatii...

Saya maklum ketika suatu "dalil" dipergunakan sebagai landasan suatu tindakan/pemikiran, bahkan saya maklum ketika dalam satu tema pro-kontra maka masing-masing pihak akan membawa "dalil" pembenar masing-masing. Buat saya, perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan, dan saya menghormatinya. 
Tapiiiiiiiiii....ketika dalil dipakai untuk menyerang, terlebih lagi sudah memilih diam kok ya malah dijadikan tujuan serangan, iki cen niate golek musuh!!
Apakah saya terus memusuhinya? Tidak, tidak!! satu musuh sudah terlalu banyak untuk saya, saya sudah punya satu musuh, dan itu cukup, cukup menyita waktu dan energi untuk memikirkannya. (tentang satu musuh saya akan saya ceritakan di lain hari)

Saya netral? saya juga punya pendapat yang barangkali justru di wilayah abu-abu, karena saya tak berada di pihak yang pro aksi tapi saya juga tak sepenuhnya sepakat dengan beberapa pendapat yang menolak aksi.

Saya sepakat dengan pendapat Buya Syafii:



Semua berawal dari pidato Ahok di kepulauan seribu, dan saya sependapat dengan pendapat ini (duh, saya lupa mengambil "screenshoot" dari dinding facebooknya siapa):



Ya, buat saya, Ahok tidak sedang menghina Al-Quran, dia tidak berkata "dibohongi Al Maidah 51", ia berkata "dibohongi pakai Al Maidah 51". Dalam rasa saya, bukan Al-Maidah 51 yang berbohong, melainkan sosok-sosok yang memakai Al Maidah 51 sebagai pembenar. bukan Al Maidah nya yang di sorot Ahok, tapi sosok-sosok yang memakai surat tersebut.

Masalah kemudian meluas, ketika berita-berita disampaikan terpotong-potong simpang siur dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk membakar massa.
ini contoh massa yang terbakar, buat saya, mareka tak menyadari kalau mereka dimanfaatkan, bahkan mereka menolak dimanfaatkan dan menolak bahwa ini perkara politik, karena buat mereka inilah aksi bela Al-Quran.





Saya menghormati pendapat mereka, bahwa kita berbeda tafsir tentang perkataan Ahok, dan saya pun menghargai pilihan mereka untuk berunjukrasa menggalang kekuatan di 4 November, bahkan saya pun kecewa ketika hingga malam tiba Bapak Presiden yang Mulia tak juga hadir menemui.




Presiden tak datang, sehingga ricuh, demo yang berjalan tertib damai sepanjang siang menjadi sedikit rusuh di petang hari, dan masing-masing pihak mencari-cari sosok-sosok provokator di pihak lawan (sayang, saya lupa screenshoot poto wajah terduga provokator baik itu dari pihak HMI berbaju ijo ato dari pihak teman ahok berbaju merah).
Sehingga "salahnya jokowi" pun semakin kuat mengudara, persoalan luas semakin meluas, dari mulai "dia bukan pilihanku" sampai "foto presiden yang ada di kamarku yakni Sukarno dan Gus Dur", sampai "bagaimanapun juga ia presiden kita saat ini, jangan hujat ia yang bisa jadi membubuhkan tanda tangan untuk kita" (lagi-lagi lupa tak terscreenshoot).

Menyikapi simpang-siur pendapat, saya sependapat dengan dua kawan ini:




Sekarang, sudah tanggal 7 Nov, mau di bawa kemana permasalahan ini? biarlah pihak yang berwajib yang mengambil peran, seperti kata Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden.
Dan saya, tak ingin turut mencampurinya meski hanya lewat beranda media sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.