Langsung ke konten utama

Sekolah Dasar di Indonesia, di mata saya..

Beberapa teman di beranda Facebook saya bercerita tentang rencana putra sulungnya masuk jenjang sekolah dasar. Mulai dari mencari info sekolah dasar yang paling bagus, hingga berita terbaru tes wawancara dan psikotes yang dijalani di anak.


Gambar diambil dari sini


what??
sejenak saya lupa dengan pendidikan di Indonesia...ups!

Tahun belum berganti, bahkan tahun ajaran sekolah masih 7 bulan lagi, tapi keributan sudah dimulai. Mencari sekolah dari sekarang, untuk apa?
Barangkali... (saya mencoba beranalisa...)
Dari sisi sekolah barangkali untuk menjaring (input) siswa yang masuk, siswa yang memiliki kecerdasan unggul dan teruji lewat tes masuk, siswa-siswa baru ini memiliki kemampuan yang hampir sama (baca:pintar semua), sehingga proses belajar mengajar tak terhambat dengan keberadaan satu dua anak bodoh, dan bisa dipastikan mereka akan menjadi siswa siswa berprestasi yang mengharumkan nama sekolah.
Sedangkan dari sisi orang tua, barangkali ada rasa aman dan bangga ketika si anak berhasil lolos tes masuk sekolah idaman. Bangga jelas, siapa yang tak akan memiliki rasa ini ketika si anak menjadi anak terpilih, berhasil mendapatkan bangku sekolah favorit. Aman? Ya, anak-anak akan berada di lingkungan yang tepat, dengan guru-guru yang selalu tersenyum, dengan waktu belajar yang bisa jadi sama dengan waktu bekerja orangtua, dengan materi pelajaran yang padat dan beragam, semua ilmu diberikan selagi di usia emas perkembangan otaknya, dan tak lupa pula materi hafalan surat dan sholat dhuha dan dhuhur berjamaah, sehingga lengkap sudah ilmu yang diterima si anak.

Sejenak kemudian saya teringat satu pasal di Undang-Undang Dasar Indonesa, Pasal 31 UUD 1945, ayat (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan, ayat (2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Pendidikan adalah hak dan kewajiban seluruh rakyat Indonesia, dan Pemerintah memiliki kewajiban untuk membiayai dan menyelenggarakannya dalam satu sistem. Sepanjang pengetahuan saya, Pemerintah telah mendirikan Sekolah Dasar Negeri setidaknya satu-dua sekolah di tiap kecamatan di Indonesia dan Pemerintah telah membiayainya lewat program BOS sedangkan Satu sistem pendidikan nasional diwadahi Pemerintah dalam bentuk kurikulum.

Semudah itukah pelaksanaannya? melihat tumbuh suburnya sekolah swasta di Indonesia, saya ragu.
Satu bentuk sistem pendidikan nasional yang digagas pemerintah barangkali (pada awalnya) tak sanggup mewadahi semua aspirasi pihak-pihak yang tertarik di dunia pendidikan. Sehingga sekolah-sekolah swasta sebagai alternatif  kemudian didirikan.  Agama adalah isu yang paling laris untuk mendirikan sekolah sehingga bermunculan lah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di banyak tempat, turut meramaikan jejeran sekolah dasar berlandaskan agama semacam SD Muhammadiyah dan Kanisius. Selain itu juga ketidakseimbangan porsi materi matematika-bahasa-sains dengan kesenian dan ketrampilan menjadikan keluarga-keluarga yang memiliki anak dengan kecenderungan otak kanan merasa tersisih kemudian memutuskan untuk belajar di rumah.

Sekolah-sekolah alternatif itu pada awalnya barangkali untuk menutup kekurangan-kekurangan yang dimiliki Pemerintah, seperti: kurangnya sarana-prasarana di kelas (alat peraga, alat praktikum, komputer, buku), kurangnya materi agama yang diberikan ke siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya kualitas guru, bahkan rendahnya kualitas siswa. Tetapi kemudian untuk menutup kekurangan-kekurangan itu mereka menyediakannya dengan syarat sejumlah uang hingga puluhan juta.

Tidakkah ini satu kelalaian Pemerintah di bidang Pendidikan? Pemerintah sepertinya sadar akan kekurangannya, tetapi alih-alih mengusahakan perbaikan diri, Ia mengizinkan pihak lain memperbaikinya, tetapi tanpa menyertakan kewajibannya akan pembiayaan pendidikan. Biaya pendidikan diserahkan secara bebas ke pihak lain tersebut sehingga muncul lah biaya pendidikan berpuluh-puluh juta. Di bagian ini saya tak melihat kontrol pemerintah untuk mengendalikannya sehingga dengan dalih beragam fasilitas yang akan diterima siswa, semakin tinggi uang yang dibayarkan, semakin banyak fasilitas yang akan diterima, seperti ruang berAC, komputer tiap anak satu, mobil jemputan sekolah, snack sehat, menu makan siang yang bergizi, seragam sekolah yang berganti setiap hari, bahkan alat makan dengan merk tertentu yang seragam.
Orangtua mana yang tak ingin anaknya belajar dengan tenang, senang, kenyang dan nyaman? dengan alasan inilah keluarga-keluarga berpunya berbondong-bondong memilih sekolah-sekolah swasta sebagai sekolah pilihan pertama.
Uang Puluhan juta untuk mendapatkan pendidikan yang bagus, menjadikan sekolah tak lagi murni bicara tentang pendidikan justru mengarah ke dunia bisnis. Hukum permintaan dan penawaran ekonomi terpenuhi sudah, bisnis pendidikan terbuka lebar, dan pemerintah diam-diam menyetujuinya.

Kemudian, saya teringat sila ke-5 Pancasila: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sudahkah pendidikan di Indonesia adil? ketika keterjangkauan terhadap pendidikan yang bagus hanya dimiliki oleh keluarga-keluarga berpunya, sementara keluarga-keluarga dengan pendapatan pas-pasan harus merasa cukup dengan fasilitas ala kadarnya dari pemerintah.

Dan saya...sungguh saya bersyukur memiliki kesempatan tinggal di negeri van orange, mencicip pendidikan gratis untuk setiap anak, dan esok saya ingin bercerita tentang awal sekolah sulung saya, huda, di satu kampung kecil di belanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.