Langsung ke konten utama

Catatan Zulfia (1)


CATATAN ZULFIA (1)
(Kala mengikuti Kelas Menggambar dengan Kalimat AS Laksana) 

16 Juni 2020

Akhir-akhir ini, setidaknya dua hari terakhir ini, saban pagi, saya berusaha menciptakan rutinitas baru. Mencoba memahami kata demi kata yang dikirimkan AS Laksana via email sekitar sebulan lalu. Dia pernah memberi saran. “Lakukan di waktu yang sama setiap harinya”.  Dan di sinilah saya sekarang.
Di kursi merah, di sudut rumah, dengan layar terbuka memaparkan barisan-barisan kata yang Ia kirimkan. Ditemani detak-detak jarum jam yang bergerak terus melaju. Sesekali deru mesin mobil terdengar lirih dari balik jendela.
Saya sudah membaca semua tulisan yang ia kirimkan, tapi keterbatasan membuat saya tidak mudah memahaminya.


***

17 Juni 2020

Pagi ini matahari bersinar terang, membuat sisi timur rumah menjadi hangat sekaligus silau. Tirai di samping kursi merah tempatku biasa duduk, aku tutup.

Tapi tetap saja, seperti kemarin, aku lebih banyak membaca tinimbang menulis. Kata-kata asing dan juga nama-nama asing yang dia tuliskan padaku, membawaku melalangbuana ke dunia maya, yang luas dan tak bertepi, hingga habis waktuku duduk.  


*** 

18 Juni 2020

Aku kembali lagi kemari, seusai rutinitas pagi. Tirai aku buka lebar-lebar, kali ini tak seperti kemarin, matahari masih juga sembunyi. Barangkali ia masih enggan menyapa, dan memilih berlindung di balik selimut awan yang tebal dan dingin.

As Laksana, teman-temannya biasanya memanggilnya Sulak, mengatakan, anak-anak abad 18 belajar menulis dengan cara menyalin karya-karya para Maestro. Tiga nama besar, seperti Jack London, Robert Louis Stevenson dan Benyamin Franklin, Ia sodorkan sebagai contoh penulis-penulis yang belajar menulis dengan cara menyalin karya para maestro. Bahkan dirinya sendiri, As Laksana, pun belajar menulis pertama kali dengan cara menyalin - dengan tulisan tangan - karya Hemingway, John Steinbeck, Jaroslav Hasek dan Mary Shelley. Selain Hemingway, aku tak mengenal tiga nama lain yang ia sebutkan itu.

Dan begitulah, aku ikuti sarannya yang kedua ini, aku salin terjemahan karya Paulo Coelho, Al Chemist, yang dialihbahasakan menjadi Alkemis oleh Tanti Lesmana.



***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.