Langsung ke konten utama

Catatan Zulfia (2)

Catatan Zulfia (2) Kala mengikui kelas menggambar dengan kalimat As Laksana

Barangkali ada yang bertanya, siapa itu As Laksana. Saya belum lama mengenalnya.
Kalau tidak salah ingat, saya mulai mengenal namanya sekitar akhir tahun lalu. Ketika beberapa kawan penggiat homeshooler sekaligus penggiat literasi di laman facebook saya di waktu yang hampir bersamaan mengutarakan kekecewaannya pada keputusan dewan juri sayembara cerita anak yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. As Laksana adalah salah satu dari 3 orang dewan juri yang ditunjuk di sayembara cerita anak tersebut. Di antara ketiganya, As Laksana lah yang berperan sebagai juru bicara.

Dari sikap berani, tegas, sekaligus galak dan bertanggungjawab itulah yang kemudian membuat saya menjadi tertarik. Kemudian menelusur ke laman facebooknya dan menemukan tulisan-tulisannya. Di laman - laman media online tempat ia menulis, seperti kumparan atau detik, ia disebutkan sebagai wartawan, sastrawan dan juga kritikus sastra. Dan sebagai seorang kritikus, tentu dia sudah paham akan risiko yang akan dia hadapi. Sebagai seorang kritikus, mau-tidak mau, ia pasti akan menerima kritik balik atas kritik-kritik yang telah ia lontarkan.

Seperti saat itu, di akhir Desember, saat ia mengkritik bahwa penulis cerita anak di Indonesia saat ini tak ada yang berkualitas. Segera saja kritikannya saat itu menuai kritikan balik, baik dari orang-orang yang turut serta dalam sayembara tersebut atau dari orang-orang yang mengamatinya.

Seperti juga saat ini. Ia memang galak dan berani tetapi bertanggungjawab (setidaknya di mata saya). Ketika Ia bergulat lewat tulisan melawan Goenawan Muhammad, tentang sains dan agama. Menarik dan membuat saya bergidik.

Ia menyebutnya sebagai "polemik sains", dan bukan hanya Ia, As Laksana dan lawannya, Goenawan Muhammad saja yang terlibat baku hantam lewat tulisan. Tapi pengikut, pengagum dan pengamat masing-masing turut bersuara, dengan cara yang sama, lewat tulisan: yang meski galak, tetap santun. Jikalau anda tertarik mengikutinya, anda bisa menyelusurinya di laman Sastra-Indonesia. Saya sisipkan satu tulisan As Laksana di sana.

Dan kepada Ia lah, As Laksana, saya berguru menulis.
Terlepas dari segala kontroversi yang Ia timbulkan, saya menikmati tulisannya, meski dengan tertatih-tatih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.