Catatan Zulfia (3)
Kala mengikuti kelas menggambar dengan kalimat As Laksana
Kala mengikuti kelas menggambar dengan kalimat As Laksana
19 Juni 2020
Saya suka dan terkesima pada email keenam yang
As Sulaksana kirimkan pada saya. Ia menulis tentang kalimat yang bercerita. Ini
sebentuk dan sebangun dengan satu hal lain yang juga sedang saya pelajari
akhir-akhir ini, yaitu tentang living book, salah satu prinsip belajar metode
Charlotte Mason, tapi saya tidak akan membahasnya sekarang, bulan depan
barangkali.
-
- - -
Kembali ke As Laksana, Ia mengatakan, bahkan
tulisan-tulisan non fiksi pun bisa sama kuatnya dengan non fiksi jikalau
penulisnya mampu menghidupkan cerita. Ia kemudian mencontohkan tulisan Joan
Didion di kumpulan esainya Slouching Towards Bethehem:
Ada sesuatu
yang tidak mengenakkan di udara Los Angeles siang ini, keheningan yang tak
wajar, dan juga ketegangan. Itu berarti malam ini Santa Ana akan mulai bertiup,
angin panas dari timur laut akan merangsek turun melalui Cajon Pass, meledakkan
badai pasir di sepanjang Rute 66, mengeringkan bukit-bukit dan saraf,
menjadikan keduanya mudah terbakar.
Tulisan Joan Didion tersebut segera
mengingatkan saya saat musim panas tahun kemarin, 2019, tercatat suhu tertinggi hingga 40 Celcius . Ada
angin panas yang berhembus selama beberapa hari. Dan saya hanya bisa menuliskan
satu kata “panas”, kalaupun diminta beberapa kata, yang saya tuliskan kemudian
adalah “panas, panas, panaaaaasssss”, tak ada kata lain. Malang sekali.
Sementara Joan Didion (siapa dia? Inilah yang
membuat saya lama mengunyah email-email As Laksana, selalu saja ada nama-nama
asing dan juga kata-kata asing buat awam sastra seperti saya) bisa memaparkan
sebuah fakta dengan runtut bagai sebuah cerita.
23 Juni 2020
Saya harus memaksakan diri membuka layar
kembali pagi ini. Tertatih-tatih memelihara semangat belajar menulis yang masih
juga timbul tenggelam. Akhir pekan kemarin, saya memakai pagi untuk
bermanja-manja, menikmati sinar matahari pagi yang semakin menghangat, musim
panas telah datang.
Menyalin tulisan Paulo Coelho, itu yang pertama
saya lakukan untuk memancing kembali ritme menulis pagi yang sempat jeda.
Sebuah cerita perjalanan Santiago mengembara di Andalusia. Dia memilih menjadi
penggembala domba, karena itulah cara termurah untuknya bisa mengembara,
melihat dunia luas beserta isinya.
Komentar
Posting Komentar