Langsung ke konten utama

Catatan Zulfia (5)

Catatan Zulfia (5) Kala mengikuti kelas menulis As Laksana

As Laksana dalam salah satu emailnya menyatakan, bahwa apa yang Ia tuliskan adalah sebuah pelatihan untuk kepenulisan fiksi. Meskipun demikian, Ia berharap, para penulis-penulis non fiksi pun tetap bisa bersuka-cita menikmati tulisan-tulisan yang Ia kirimkan via email.

Dan inilah yang terjadi pada saya, saya tak berkeinginan untuk menulis sebuah novel ataupun cerita pendek. Imajinasi saya tak cukup tinggi untuk menciptakan tokoh, membangun karakter, memunculkan konflik, sekaligus juga memikirkan penyelesaiannya. Saya tak tertarik ke arah sana.

Sederhana saja, saya hanya ingin menuliskan perjalanan saya. Perjalanan yang menurut saya teramat berharga jika hanya dilalui begitu saja. Saya ingin menuliskannya, saya ingin memceritakannya, saya ingin membaginya. Dan karena saya tak begitu suka bicara, maka menulislah jalan satu-satunya.

Tapi kemudian saya tersadar, yang akan saya lakukan adalah menceritakan kisah perjalanan saya, atau keluarga saya, atau anak-anak saya. Ada tokoh di sana, yaitu saya, atau keluarga saya, atau anak-anak saya. Ada setting tempat dan juga waktu, adapula alur -rentetan peristiwa-, tidakkan itu juga disebut cerita? Dan bukankah dengan bercerita, maka tulisan tersebut akan hidup, tak hanya berisi informasi-informasi teknis atau berita-berita saja.

Oleh karena itulah, sebulan setelah email pertama dari As Laksana datang, setelah mencermati perlahan-lahan tulisannya, kemudian saya memutuskan untuk menulis. Dari As Laksana saya bisa belajar mengenai ketrampilan-ketrampilan menulis, ketrampilan-ketrampilan menyusun kalimat, dengan beragam gaya kepenulisan. Dengan cara, yang paling sederhana, sesuai sarannya, adalah menyalin karya penulis-penulis besar yang kita suka. Setiap hari, dengan konsisten.

Dalam kegiatan menyalin, hal pertama yang kita lakukan adalah memilih penulis hebat, dan kemudian, tentu saja, membaca karyanya. Membaca adalah langkah awal dari seorang penulis. Dan dengan membaca kemudian menyalin, kita akan meresapi tulisan tersebut dengan lambat-lambat,  sampai gaya, pilihan kata dan olah kata mereka (penulis yang kita salin karyanya tersebut) dalam menyusun alinea, tanpa sadar masuk ke gaya penulisan kita.

Selamat menyalin, saya akan melanjutkan menyalin terjemahan karya Paulo Coelho, Sang Alkemis.
Selamat belajar, belajar dengan lambat-lambat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.