Langsung ke konten utama

Ku Suka Singkong

 Kurang lebih empat tahun sudah saya tidak menikmati singkong, hingga beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke rumah dua orang teman asli jawa timur, saya menikmatinya kembali, singkong goreng dan kolak singkong, nikmat sekali. Memori saya segera menguar.. saya rindu singkong dengan beragam olahannya.


Singkong atau ubi kayu, kami, orang bantul biasa menyebutnya tela kaspa, karena asal kata bahasa inggrisnya cassava menjadi kaspa di lidah bantul. Beberapa sumber bahkan menyatakan cassava berasal dari bahasa spanyol. Ia sampai di kawasan indonesia di bawa oleh penjelajah spanyol-portugis yang membawanya dari Brasil, negara asal singkong ini.

Saya ingat masa kecil saya, menanam singkong bersama ayah saya, hanya disamping rumah. Ada lahan yang cukup luas dan subur kala itu, di tahun 80-90an (sekarang lahan itu sudah berubah menjadi bangunan kios). Ayah saya menanam beragam pepohonan, banyak buah-buahan, dan singkong juga. Saya ingat membantunya menanam kembali batang singkong usai di panen. memotong batang tua menjadi beberapa bagian, menguliti ujung bawahnya sepanjang jari telunjuk menggunakan pisau, dan menancapkannya di tanah. sederhana. Beberapa waktu kemudian, kala pohon singkong sudah cukup besar, saya membantunya mengeduk (bahasa apa ini.. membuat lubang di sekitar tanaman singkong) untuk mengambil umbinya. Ada saat di mana, mencabut singkong itu mudah, tapi ada kalanya berat, saat umbi singkong yang dipanen ukurannya besar.

Nenek yang biasa mengolah singkong panenan ayah, sayangnya hanya di kukus lalu digarami sedikit, saya tak suka. Hingga kemudian nenek saya berkesimpulan bahwa saya tak doyan singkong. Padahal saya suka sekali singkong goreng, tape singkong, keripik singkong dan menggleng (olahan singkong seperti keripik, tetapi lebih tebal).

Setelah besar baru saya tau, ada berbagai macam jenis singkong, dan beragam pula olahannya. Setidaknya, ada 3 jenis singkong, singkong putih, singkong merah dan singkong mentega. Tiga jenis singkong ini menghasilkan olahan yang berbeda-beda. Singkong putih yang memiliki kulit halus bersih cenderung kering dan tidak mudah hancur cocok untuk dibuat keripik dan kolak, singkong merah yang lebih mempur dan memiliki kulit yang mengelupas kemerah-merahan cocok dibuat singkong kukus atau singkong rebus atau singkong goreng yang merekah, sedangkan singkong mentega yang memiliki kulit kekuningan cocok dibuat tape dan gethuk.


Singkong goreng dan kolak singkong yang saya nikmati di rumah kawan beberapa waktu lalu masih juga mengusik. Memori saya belum juga berlalu dari singkong. Solusinya: masak sendiri (kapan-kapan...) šŸ˜„

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020! Menulis (lagi)!

Saya, haruskah memperkenalkan diri (lagi)? Setelah sekian lama tak menulis, memulai kembali menulis rasanya seperti malam pertama, deg-deg-an tapi penasaran😳. Meski tak berlangsung lancar di saat pertama, nyatanya selalu terulang lagi, dan lagi, semoga begitu juga dengan menulis. Niatan bertahun-tahun lalu untuk rajin menulis, ternyata tak kunjung terlaksana, tengoklah ke belakang, Banyaknya tulisan yang terpajang di beranda ini, masih bisa dihitung dengan jari saban tahunnya. Sebab apa? Saya, Ibu rumah tangga, haruskah saya memperkenalkan diri (lagi)? Seseorang berkata, menjadi ibu rumah tangga akan membuatmu kehilangan hobi. Oh ya?? Membaca cerpen dan novel, menonton film di layar TV, mendengarkan cerita seorang kawan dan sesekali menulis adalah hal-hal menyenangkan yang biasa saya lakukan di waktu luang di kala saya belum berumah tangga. Kemudian, kesibukan rumah tangga hadir mengisi waktu-waktu yang tersisa di bangku kuliah, hingga kemudian tanpa sadar, dalam satu hari, semu...

Belajar menulis (lagi..lagi..)

 Perempuan itu tampaknya sedang kesulitan menempatkan dirinya, tampaknya sedikit kehilangan arah. Beberapa waktu yang lalu ia begitu menyukai dunia tulis menulis, bahkan sesungguhnya ia sudah memulai blogging barangkali sekitar sepuluh tahun yang lalu. Akan tetapi satu ucapan kecil dari seseorang meruntuhkan dunianya.  Orang itu menyatakan "ngapain nulis kalau cuma untuk dibaca sendiri?" Ya, perempuan itu memang menulis untuk dirinya sendiri, meski ia menuliskannya di platform blogging yang memungkinkan tulisannya untuk dibaca oleh orang lain, tetapi perempuan itu tidak mempublikasikan tulisannya, bahkan ketika kemudian pemakaian media sosial merebak, perempuan itu juga tidak membagikan tulisan-tulisannya lewat media sosial yang ia miliki.  Haruskan seseorang menulis karena tujuan orang lain? Perempuan itu bernama zulfia, dan ia sedang meneguhkan lagi tujuannya menulis. Tak apa jika ia menulis hanya untuk dirinya sendiri, Ia tentu punya cerita, dan tak apa jika ia hanya b...

Bermain banyak-banyak di Taman Bermain yang banyak

Entah, ada berapa banyak taman bermain di tempat kami tinggal, Wageningen, ini. Jumlahnya lumayan banyak untuk sebuah kota kecil, dengan luas 32.36 km persegi, dan dengan jumlah penduduk 38.774 orang (menurut wikipedia, 2019). Barangkali memang menjadi kebijakan pemerintah, di setiap lingkungan perumahan, selalu saja ada tersedia taman bermain anak. Anak-anak menyebutnya "speeltuin", bahasa belanda dari play ground atau taman bermain. Taman-taman tersebut pun beragam, ada yang luas, ada yang sempit, ada yang berpasir, ada yang berair (disediakan pompa air untuk anak-anak bermain air). Jenis mainannya pun beragam, ada yang menyediakan lapangan bola, lapangan basket, arena bermain sepeda, arena bermain sepatu roda, arena jumpalitan🤣 (parkour), area olahraga otot, atau mainan-mainan sekadar selayaknya sebuah taman bermain seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, rumah-rumahan, pasir, air, rumput. Musim semi dan musim panas (seperti sekarang) adalah masanya anak-anak be...