24 Februari 2016, pagi sekitar pukul 07.00 CET, pesawat garuda yang kami tumpangi dari Jakarta, tanpa transit, mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Wintercoat yang telah kami siapkan dalam koper kabin segera kami buka, dan kenakan sesegera mungkin, sebagai persiapan awal menjejak bumi eropa di musim dingin. Meski Matahari cerah bersinar kala itu, tapi dingin cukup mengejutkan untuk penduduk tropis seperti kami.
Dilman, seorang sopir taksi online dari Wageningen yang telah kami hubungi beberapa hari sebelumnya, menanti kami di luar bandara. Ia lah yang membawa kami menuju kota tempat kami akan tinggal kemudian. Di hari pertama tersebut, ia berlaku tak hanya sebagai seorang sopir, tapi juga seorang pemandu, karena kebaikan hatinya pulalah yang membuat kami memiliki satu foto kenangan di depan papan kampus Wageningen, di salah satu gerbang masuknya di sisi timur. Ia membawa kami untuk berhenti sejenak di tempat tersebut, "Kalian harus foto di sini" ujarnya kala itu.
Saat itu, yang ada dihati kami adalah sebuah kebahagiaan yang membuncah, cita-cita yang pada awal mulanya diimpikan oleh Abahnya anak-anak, yang kemudian ditularkannya kepada kami, tak lagi menjadi sebuah impian, ia kami hampiri, ia kami datangi, dengan penuh suka dan cita. Apalagi kami menyadari, bahwa kami hanyalah sementara saja menjejak bumi Eropa, hanya beberapa tahun saja, dan begitu selesai belajar, segera kami akan kembali ke tanah air.
Tak terasa, lima tahun sudah kami di sini, di sebuah kota kecil di tengah Belanda. Selama itu, kawan-kawan datang dan pergi silih berganti, suka dan duka pun datang bergantian, hanya rasa syukur dan rela hati yang mampu memberikan penghiburan.
Banyak kenangan yang sudah kami buat di negeri ini, baik itu dalam satu keluarga bersama, ataupun ketika bersama kawan-kawan yang diperantauan ini membuat ikatan perkawanan menjadi semakin erat layaknya saudara. Terkadang kami memasak bersama, terkadang bersepeda, terkadang mengunjungi museum bersama..
Banyak cerita yang ingin saya kenang, satu persatu...
Saya, haruskah memperkenalkan diri (lagi)? Setelah sekian lama tak menulis, memulai kembali menulis rasanya seperti malam pertama, deg-deg-an tapi penasaranš³. Meski tak berlangsung lancar di saat pertama, nyatanya selalu terulang lagi, dan lagi, semoga begitu juga dengan menulis. Niatan bertahun-tahun lalu untuk rajin menulis, ternyata tak kunjung terlaksana, tengoklah ke belakang, Banyaknya tulisan yang terpajang di beranda ini, masih bisa dihitung dengan jari saban tahunnya. Sebab apa? Saya, Ibu rumah tangga, haruskah saya memperkenalkan diri (lagi)? Seseorang berkata, menjadi ibu rumah tangga akan membuatmu kehilangan hobi. Oh ya?? Membaca cerpen dan novel, menonton film di layar TV, mendengarkan cerita seorang kawan dan sesekali menulis adalah hal-hal menyenangkan yang biasa saya lakukan di waktu luang di kala saya belum berumah tangga. Kemudian, kesibukan rumah tangga hadir mengisi waktu-waktu yang tersisa di bangku kuliah, hingga kemudian tanpa sadar, dalam satu hari, semu...
Komentar
Posting Komentar