Langsung ke konten utama

Taman-taman di Wageningen (2)

Usai bongkar-bongkar kenangan foto, memburu foto-foto kala main di taman bersama anak-anak beberapa tahun silam, dan ternyata tak banyak foto yang saya buat. Maksud hati di postingan kali ini, ingin melanjutkan postingan kemarin mengenai taman-taman di Wageningen, tapi ternyata saya tak punya banyak foto, entah kenapa. Barangkali karena saya turut asyik bermain bersama anak-anak, atau ada kalanya ketika kami pergi ke taman bersama kawan lain, saya malah asyik ngobrol bersama mereka, atau kemungkinan pula, saat musim dingin saya begitu enggan untuk mengeluarkan tangan dari saku jaket untuk mengambil beberapa foto, dingin. Sehingga, tak banyak foto yang bisa saya bagi kali ini, lain kali saya harus mengambil foto banyak-banyak..


Bermain di taman bermain saat salju


Bermain di Taman bermain Nobelweg bersama teman


Bermain air, pasir, dan ayunan di taman Nobelweg bersama teman


Bermain bersama teman di saat istirahat makan siang dari sekolah


Bermain bola bersama teman-teman dan tetangga di Nobelweg


Beberapa video yang sempat saya ambil saat bermain di taman bersama keluarga atau bersama teman.



Apalagi di musim dingin yang telah menghangat di tahun ini. Meskipun corona masih menjadi momok bagi pemerinth dan juga tenaga kesehatan, masyarakat membagi suka cita menikmati sinar matahari yang membuat musim dingin serasa telah berlalu.
Di laman berita https://www.gelderlander.nl/wageningen/terwijl-kinderen-lekker-spelen-kletsen-ouders-bij-op-een-bankje~a3783cd4/ sampai dituliskan bagaimana anak-anak dan orangtua mereka menikmati matahari di akhir musim dingin. Dan berita ini tidak hanya terjadi di Gelderland saja (+Gelderland adalah provinsi di mana Wageningen terletak). Berita atau fenomena masyarakat yang menikmati udara hangat ini terjadi juga di seluruh wilayah Belanda.
Untungnya, di masa Corona ini, pemerintah Belanda memiliki kebijakan masker hanya di pakai di dalam ruangan, sehingga masyarakat yang menikmati udara hangat di taman ataupun luar ruangan lainnya tak perlu memakai masker. Selain itu, pemerintah Belanda juga meyakini bahwa anak-anak usia di bawah 13 tahun memiliki resiko rendah terhadap covid.
Sebuah keuntungan yang barangkali dilihat oleh kawan-kawan di Indonesia sebagai sesuatu yang disayangkan di masa-masa ini. Tetapi saya tidak akan membahasnya di sini, karena dalam menghadapi corona ini, tiap-tiap pemerintah suatu negara memiliki kebijakan sendiri dan bisa jadi berbeda antara satu negara dengan negara lainnya.

Dan terkait dengan kebijakan pemerintah, bisa jadi pula, keberadaan taman di wageningen yang begitu banyak, (tak cuma di Wageningen, tapi juga di seluruh pelosok Belanda) merupakan kebijakan pemerintah untuk menyediakan ruang terbuka sekaligus tempat bermain untuk anak-anak bertumbuh dan berkembang dengan sehat dan bahagia.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.