Langsung ke konten utama

Sekolah Dasar di Wageningen (1)

 Maret 2016, lima tahun lalu..

Setelah cukup waktu beradaptasi menata rumah dan mengenal lingkungan sekitar, selama kurang lebih tiga minggu, kami kemudian mencari informasi mengenai sekolah anak-anak. Kala itu, Huda hampir tujuh tahun dan Althaf hampir empat tahun.
Ada beberapa sekolah di sekitar rumah kami, dan kami memilih sekolah yang paling dekat, di belakang rumah. Melihat nama yang terpampang besar-besar langsung mengingatkan kami pada sebuah sekolah lembaga yang cukup bergengsi di Indonesia, yaitu "Montessori School".
Wow Montessori!
Segera kami melangkahkan kaki menuju sekolah tersebut. Kebetulan, ketika kami tiba di sana, ada seorang guru yang sedang mendampingi murid-muridnya bermain di halaman sekolah. Melihat kami mendekat di tepi pagar sekolah dan memperhatikan anak-anak bermain, guru muda tersebut menyapa. Abahnya huda althaf segera menyatakan maksud kedatangan kami, dan guru tersebut meminta kami untuk datang di hari berikutnya untuk bertemu dengan kepala sekolah.
---
Esok harinya, saat kami bertemu kepala sekolah, dan Ia mengetahui usia Huda dan Althaf, Ia segera memberitahukan bahwa, untuk anak-anak tak berbahasa belanda seusia Huda (7 tahun) maka anak-anak tersebut harus berada di sekolah yang memiliki kelas khusus untuk belajar berbahasa Belanda terlebih dahulu.
Ada dua sekolah yang menyediakan kelas tersebut di Wageningen, yaitu OBS de Nude (saat ini bernama OBS de Wereld) yang terletak di Nude dan OBS de Tarthorst yang terletak di Tarthorst. kami bisa memilih salah satu dari keduanya, karena kedua sekolah tersebut dipimpin oleh kepala sekolah yang sama, sehingga sistemnya hampir sama. 
Jarak sekolah ke rumah yang kemudian menjadi pertimbangan kami, dan OBS de Tarthorst dengan jarak 1.3 km menjadi pilihan kami.
Setelah membuat janji temu dengan kepala sekolah via telpon (nomor telpon sekolah OBS de Tarthorst kami dapatkan dari kepala sekolah Montessori), kami berempat mendatangi sekolah tersebut dengan maksud untuk mendaftarkan Huda dan Althaf di sekolah tersebut.
Hanya verblijf atau kartu identitas, dan nomor BSN yang kami bawa. Dan itu cukup sebagai identitas kami untuk mendaftar sekolah. Formulir pembayaran? SPP dan Uang gedung? tak ada! karena sekolah gratis. dalam artian dana untuk kegiatan belajar mengajar sudah disediakan oleh pemerintah. Sementara itu orangtua wali hanya perlu untuk membayar kegiatan ekstra sekolah seperti kegiatan makan bersama atau piknik dengan harga bervariasi tiap jenjang kelasnya antara 35 euro hingga 80 euro, pertahun. Tak lebih dari Rp 1.500.000,00 pertahunnya.
Murah! dan masih bisa meminta keringanan untuk keluarga kurang mampu dengan cara mengajukan bantuan ke pemerintah setempat.

Komentar

  1. Maasyaa Allah. Tampak menyenangkan ya Bun di sana. Tulisannya enak dibaca. Walking ke blog saya yuk Bun ^^

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020! Menulis (lagi)!

Saya, haruskah memperkenalkan diri (lagi)? Setelah sekian lama tak menulis, memulai kembali menulis rasanya seperti malam pertama, deg-deg-an tapi penasaran😳. Meski tak berlangsung lancar di saat pertama, nyatanya selalu terulang lagi, dan lagi, semoga begitu juga dengan menulis. Niatan bertahun-tahun lalu untuk rajin menulis, ternyata tak kunjung terlaksana, tengoklah ke belakang, Banyaknya tulisan yang terpajang di beranda ini, masih bisa dihitung dengan jari saban tahunnya. Sebab apa? Saya, Ibu rumah tangga, haruskah saya memperkenalkan diri (lagi)? Seseorang berkata, menjadi ibu rumah tangga akan membuatmu kehilangan hobi. Oh ya?? Membaca cerpen dan novel, menonton film di layar TV, mendengarkan cerita seorang kawan dan sesekali menulis adalah hal-hal menyenangkan yang biasa saya lakukan di waktu luang di kala saya belum berumah tangga. Kemudian, kesibukan rumah tangga hadir mengisi waktu-waktu yang tersisa di bangku kuliah, hingga kemudian tanpa sadar, dalam satu hari, semu...

Belajar menulis (lagi..lagi..)

 Perempuan itu tampaknya sedang kesulitan menempatkan dirinya, tampaknya sedikit kehilangan arah. Beberapa waktu yang lalu ia begitu menyukai dunia tulis menulis, bahkan sesungguhnya ia sudah memulai blogging barangkali sekitar sepuluh tahun yang lalu. Akan tetapi satu ucapan kecil dari seseorang meruntuhkan dunianya.  Orang itu menyatakan "ngapain nulis kalau cuma untuk dibaca sendiri?" Ya, perempuan itu memang menulis untuk dirinya sendiri, meski ia menuliskannya di platform blogging yang memungkinkan tulisannya untuk dibaca oleh orang lain, tetapi perempuan itu tidak mempublikasikan tulisannya, bahkan ketika kemudian pemakaian media sosial merebak, perempuan itu juga tidak membagikan tulisan-tulisannya lewat media sosial yang ia miliki.  Haruskan seseorang menulis karena tujuan orang lain? Perempuan itu bernama zulfia, dan ia sedang meneguhkan lagi tujuannya menulis. Tak apa jika ia menulis hanya untuk dirinya sendiri, Ia tentu punya cerita, dan tak apa jika ia hanya b...

Bermain banyak-banyak di Taman Bermain yang banyak

Entah, ada berapa banyak taman bermain di tempat kami tinggal, Wageningen, ini. Jumlahnya lumayan banyak untuk sebuah kota kecil, dengan luas 32.36 km persegi, dan dengan jumlah penduduk 38.774 orang (menurut wikipedia, 2019). Barangkali memang menjadi kebijakan pemerintah, di setiap lingkungan perumahan, selalu saja ada tersedia taman bermain anak. Anak-anak menyebutnya "speeltuin", bahasa belanda dari play ground atau taman bermain. Taman-taman tersebut pun beragam, ada yang luas, ada yang sempit, ada yang berpasir, ada yang berair (disediakan pompa air untuk anak-anak bermain air). Jenis mainannya pun beragam, ada yang menyediakan lapangan bola, lapangan basket, arena bermain sepeda, arena bermain sepatu roda, arena jumpalitan🤣 (parkour), area olahraga otot, atau mainan-mainan sekadar selayaknya sebuah taman bermain seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, rumah-rumahan, pasir, air, rumput. Musim semi dan musim panas (seperti sekarang) adalah masanya anak-anak be...