Pagi kemarin, 8 Maret 2022, Google Doodle memajang animasi yang teramat menarik. Dimulai dari kolase foto-foto lalu bergeser ke animasi di sofa sebuah rumah, seorang ibu duduk memangku bayinya sembari aktif di depan layar laptop; kemudian animasi berpindah di ruang operasi, ada tiga perempuan di ruang operasi tersebut; di laman yang lain tampak seorang perempuan dengan kamera telenya asyik memperhatikan sekelompok binatang di suatu tempat, barangkali di satu tempat di australia sana.
Kesemuanya, objek dari animasi-animasi google doodle tersebut, adalah perempuan.Ya, kemarin merupakan "International Woman's Day". Google turut serta merayakannya dengan memajang google doodle berupa kolase foto perempuan-perempuan dan ragam aktivitas (pekerjaan) yang bisa dilakukan oleh perempuan, di semua bidang, di rumah, di kebun, di rumah sakit, di bengkel bahkan di alam liar sebagai fotografer.
Celebrating International Women's Day 2022! #GoogleDoodle //g.co/doodle/k66hhds
"International Woman's Day" diawali dari gerakan perempuan-perempuan di New York di awal tahun 1900an untuk menuntut hak hak dalam penerimaan gaji dan saat pemilihan suara. Gerakan-gerakan perempuan ini kemudian meluas di kota-kota industri di Amerika, Eropa dan New Zealand. Hingga kemudian di tahun 1975 PBB menetapkan tanggal 8 maret sebagai "International Woman's Day".
Sekian tahun berlalu, kampanye kesetaran gender di saat "Woman's Day" tetap saja harus selalu digaungkan. Di negara maju sekalipun, Belanda contohnya.
Seperti yang ditulis NLtimes ( https://nltimes.nl/2022/03/08/women-earning-14-less-per-hour-men), di tahun 2020 setiap jamnya perempuan pekerja di Belanda memperoleh penghasilan 14 persen lebih sedikit tinimbang laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan lebih banyak bekerja paruh waktu, juga karena laki-laki memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga laki-laki bisa menduduki jabatan yang lebih tinggi. Disebutkan juga disana, kondisi ini sudah lebih baik daripada tahun 2008, dimana saat itu perempuan memperoleh penghasilan 20 persen lebih rendah daripada laki-laki.
Bagaimana di negara-negara miskin atau di negara-negara berkembang seperti Indonesia? Adakah riset yang mengumpulkan data mengenai penghasilan perempuan dan laki-laki seperti yang terjadi di Eropa?
Tanpa data, kesetaraan gender di Indonesia yang menjadi tujuan "International Woman's Day" tampak nyata di sekitar masih suram. Alih-alih kesetaraan, berapa banyak perempuan yang menyadari bahwa ia juga memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki ditengah rentetan kewajiban yang disematkan kepadanya?
Masih banyak perempuan-perempuan yang "diminta" untuk tinggal di rumah, mengurus rumah - mengurus anak - mengurus suami. Meski kesetaraan gender tak melulu diperkara finansial, tapi menilik latar belakang "International Woman's Day" jelas jelas finansial lah yang melatarbelakanginya.
Sepintas (yang tampak di depan mata saya lewat laman-laman media sosial) kampanye-kampanye "International Woman's Day" (di Indonesia khususnya) memang diramaikan oleh mereka, perempuan, yang berdaya secara financial.
Selamat!
Komentar
Posting Komentar