Langsung ke konten utama

Pengalaman Melahirkan di Belanda (1)

 Pengalaman Melahirkan di Belanda


Saat tiba di Belanda beberapa tahun lalu, salah satu dari sekian banyak hal yang membuat saya tercengang adalah cerita dari beberapa kawan yang melahirkan bayinya di rumah. "Wuoooow!" Saya, yang lahir di rumah sakit, puluhan tahun yang lalu di Indonesia merasa tercengang saat mengetahui ibu - ibu hamil di negara semaju Belanda justru melahirkan bayinya di rumah pada saat negara berkembang seperti Indonesia sudah lama sekali meninggalkan tradisi tersebut.
Tapi kemudian hari saya tahu, melahirkan di rumah tersebut bisa terlaksana dengan syarat dan kondisi tertentu yang diputuskan oleh bidan.
Riwayat operasi caesar saat melahirkan anak pertama membuat bidan memutuskan untuk merujuk saya melahirkan di rumah sakit. Meski anak kedua telah lahir (sembilan tahun lalu) melalui persalinan normal, tapi menurut bidan ada bekas luka robekan di perut yang bisa menjadi pemicu kondisi darurat selama persalinan. Jadilah saya melahirkan di rumah sakit terdekat, di Ziekenhuis Gelderse Valley.

Sejak minggu kehamilan ke 34, tanggungjawab pemeriksaan kehamilan sudah beralih dari bidan ke pihak rumah sakit. Seingat saya, dua kali saya periksa di rumah sakit yaitu di minggu ke-34 dan minggu ke 36. Di setiap pemeriksaan tersebut dokter selalu menyampaikan bahwa saya harus segera menelepon rumah sakit saat sudah mulai merasakan kontraksi setiap 5 menit. Dan dokter juga menyampaikan bahwa belum tentu dokter tersebut (sayang sekali saya lupa namanya) yang akan membantu saya saat persalinan, tetapi dokter jaga yang bertugas saat itu (jadi saya tak perlu mencarinya dan menunggunya untuk memulai proses persalinan seperti yang biasa terjadi di Indonesia, dokter yang meneriksa lah yang akan membantu proses persalinan).

Saya melahirkan di minggu ke-38, di hari senin. Abahnya anak-anak menelepon rumah sakit untuk memberitahukan kondisi saya dan pihak rumah sakit meminta kami untuk segera berangkat.
Bagian resepsionis yang menerima kedatangan kami segera mengantarkan kami ke ruang bersalin. Ia hanya menanyakan nama saya dan tanggal lahir saya. itu saja.

Bagaimana cerita di rumah sakit? esok yaa...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020! Menulis (lagi)!

Saya, haruskah memperkenalkan diri (lagi)? Setelah sekian lama tak menulis, memulai kembali menulis rasanya seperti malam pertama, deg-deg-an tapi penasaran😳. Meski tak berlangsung lancar di saat pertama, nyatanya selalu terulang lagi, dan lagi, semoga begitu juga dengan menulis. Niatan bertahun-tahun lalu untuk rajin menulis, ternyata tak kunjung terlaksana, tengoklah ke belakang, Banyaknya tulisan yang terpajang di beranda ini, masih bisa dihitung dengan jari saban tahunnya. Sebab apa? Saya, Ibu rumah tangga, haruskah saya memperkenalkan diri (lagi)? Seseorang berkata, menjadi ibu rumah tangga akan membuatmu kehilangan hobi. Oh ya?? Membaca cerpen dan novel, menonton film di layar TV, mendengarkan cerita seorang kawan dan sesekali menulis adalah hal-hal menyenangkan yang biasa saya lakukan di waktu luang di kala saya belum berumah tangga. Kemudian, kesibukan rumah tangga hadir mengisi waktu-waktu yang tersisa di bangku kuliah, hingga kemudian tanpa sadar, dalam satu hari, semu...

Belajar menulis (lagi..lagi..)

 Perempuan itu tampaknya sedang kesulitan menempatkan dirinya, tampaknya sedikit kehilangan arah. Beberapa waktu yang lalu ia begitu menyukai dunia tulis menulis, bahkan sesungguhnya ia sudah memulai blogging barangkali sekitar sepuluh tahun yang lalu. Akan tetapi satu ucapan kecil dari seseorang meruntuhkan dunianya.  Orang itu menyatakan "ngapain nulis kalau cuma untuk dibaca sendiri?" Ya, perempuan itu memang menulis untuk dirinya sendiri, meski ia menuliskannya di platform blogging yang memungkinkan tulisannya untuk dibaca oleh orang lain, tetapi perempuan itu tidak mempublikasikan tulisannya, bahkan ketika kemudian pemakaian media sosial merebak, perempuan itu juga tidak membagikan tulisan-tulisannya lewat media sosial yang ia miliki.  Haruskan seseorang menulis karena tujuan orang lain? Perempuan itu bernama zulfia, dan ia sedang meneguhkan lagi tujuannya menulis. Tak apa jika ia menulis hanya untuk dirinya sendiri, Ia tentu punya cerita, dan tak apa jika ia hanya b...

Bermain banyak-banyak di Taman Bermain yang banyak

Entah, ada berapa banyak taman bermain di tempat kami tinggal, Wageningen, ini. Jumlahnya lumayan banyak untuk sebuah kota kecil, dengan luas 32.36 km persegi, dan dengan jumlah penduduk 38.774 orang (menurut wikipedia, 2019). Barangkali memang menjadi kebijakan pemerintah, di setiap lingkungan perumahan, selalu saja ada tersedia taman bermain anak. Anak-anak menyebutnya "speeltuin", bahasa belanda dari play ground atau taman bermain. Taman-taman tersebut pun beragam, ada yang luas, ada yang sempit, ada yang berpasir, ada yang berair (disediakan pompa air untuk anak-anak bermain air). Jenis mainannya pun beragam, ada yang menyediakan lapangan bola, lapangan basket, arena bermain sepeda, arena bermain sepatu roda, arena jumpalitan🤣 (parkour), area olahraga otot, atau mainan-mainan sekadar selayaknya sebuah taman bermain seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, rumah-rumahan, pasir, air, rumput. Musim semi dan musim panas (seperti sekarang) adalah masanya anak-anak be...