Langsung ke konten utama

Pengalaman Melahirkan di Belanda (2)

 Saya memasuki ruang bersalin sekitar pukul 09.00 pagi. Sebuah ruangan yang sangat lapang berukuran kurang lebih 5 x 6 meter persegi. Satu ranjang bersalin menjadi titik pusatnya. di belakangnya tampak berjejer rangkaian peralatan medis yang tak saya ketahui apa nama dan fungsinya. Di sebelah kiri ranjang, ada sebuah meja geser kecil dengan layar menyala di atasnya.

Di dekat jendela kaca yang lebar, berseberangan dengan pintu masuk, terdapat sebuah sofa,  dan satu meja + kursi makan yang  terletak persis di depan TV.  Sedangkan di sisi samping pintu masuk tampak wastafel, peralatan makan, juga beberapa almari yang ternyata berisi perlengkapan bayi (pampers) dan juga ibu (pembalut).
Seorang perawat kemudian menghampiri kami. Saya hanya berdua dengan suami saat itu. Ia memperkenalkan dirinya dan meminta izin untuk melakukan pemeriksaan awal, bukaan dua katanya. Kemudian ia memasang rangkaian alat pemantau di perut saya yang terhubung dengan monitor di sebelah kiri ranjang. Alat tersebut merupakan alat pantau kontraksi, seberapa kuat dan seberapa sering.
Dokter yang akan membantu proses persalinan datang beberapa saat kemudian. Dan seperti perawat tadi, Ia memperkenalkan dirinya dan menyampaikan apresiasi atas kesabaran saya menahan sakit saat kontraksi hehehe... (sempat kaget dapat komentar begini, karena di Indonesia ya biasa aja, dibiarkan saja. Baru kalau teriak teriak dilarang he...)
Perawat kemudian meminta saya mandi, karena mandi bisa mempercepat proses bukaan selain membuat badan juga menjadi segar. Dan benar saja, pukul 11 kontraksi semakin kuat sehingga dokter kemudian memutuskan untuk segera memecah ketuban. Sekitar pukul 12 lebih pembukaan telah lengkap dan proses persalinan dimulai. Selain perawat dan dokter ada lagi satu perawat Senior yang mendampingi proses persalinan. Dokter yang memimpin. Memberikan arahan saat saya harus mengejan. "You are doing great"
Meski ini persalinan yang ketiga kalinya, tetap saja tak membuat saya menjadi pandai mengejan. Di persalinan pertama saya salah mengejan sehingga saya kehabisan energi dan akhirnya diselesaikan dengan operasi caesar. Di persalinan kedua, saya kesulitan mengeluarkan kepala bayi sehingga dibantu dengan alat vakum. Dan di persalinan ketiga inipun sama, mengeluarkan kepala bayi adalah hal yang paling sulit (buat saya). Tapi tampaknya dokter dan perawat-perawat tersebut masih tetap gigih menemani saya mengejan sembari menyampaikan kata-kata apresiasi tiap kali saya mengejan (saya mengejan berkali-kali he...).

Bersambung.... 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020! Menulis (lagi)!

Saya, haruskah memperkenalkan diri (lagi)? Setelah sekian lama tak menulis, memulai kembali menulis rasanya seperti malam pertama, deg-deg-an tapi penasaran😳. Meski tak berlangsung lancar di saat pertama, nyatanya selalu terulang lagi, dan lagi, semoga begitu juga dengan menulis. Niatan bertahun-tahun lalu untuk rajin menulis, ternyata tak kunjung terlaksana, tengoklah ke belakang, Banyaknya tulisan yang terpajang di beranda ini, masih bisa dihitung dengan jari saban tahunnya. Sebab apa? Saya, Ibu rumah tangga, haruskah saya memperkenalkan diri (lagi)? Seseorang berkata, menjadi ibu rumah tangga akan membuatmu kehilangan hobi. Oh ya?? Membaca cerpen dan novel, menonton film di layar TV, mendengarkan cerita seorang kawan dan sesekali menulis adalah hal-hal menyenangkan yang biasa saya lakukan di waktu luang di kala saya belum berumah tangga. Kemudian, kesibukan rumah tangga hadir mengisi waktu-waktu yang tersisa di bangku kuliah, hingga kemudian tanpa sadar, dalam satu hari, semu...

Belajar menulis (lagi..lagi..)

 Perempuan itu tampaknya sedang kesulitan menempatkan dirinya, tampaknya sedikit kehilangan arah. Beberapa waktu yang lalu ia begitu menyukai dunia tulis menulis, bahkan sesungguhnya ia sudah memulai blogging barangkali sekitar sepuluh tahun yang lalu. Akan tetapi satu ucapan kecil dari seseorang meruntuhkan dunianya.  Orang itu menyatakan "ngapain nulis kalau cuma untuk dibaca sendiri?" Ya, perempuan itu memang menulis untuk dirinya sendiri, meski ia menuliskannya di platform blogging yang memungkinkan tulisannya untuk dibaca oleh orang lain, tetapi perempuan itu tidak mempublikasikan tulisannya, bahkan ketika kemudian pemakaian media sosial merebak, perempuan itu juga tidak membagikan tulisan-tulisannya lewat media sosial yang ia miliki.  Haruskan seseorang menulis karena tujuan orang lain? Perempuan itu bernama zulfia, dan ia sedang meneguhkan lagi tujuannya menulis. Tak apa jika ia menulis hanya untuk dirinya sendiri, Ia tentu punya cerita, dan tak apa jika ia hanya b...

Bermain banyak-banyak di Taman Bermain yang banyak

Entah, ada berapa banyak taman bermain di tempat kami tinggal, Wageningen, ini. Jumlahnya lumayan banyak untuk sebuah kota kecil, dengan luas 32.36 km persegi, dan dengan jumlah penduduk 38.774 orang (menurut wikipedia, 2019). Barangkali memang menjadi kebijakan pemerintah, di setiap lingkungan perumahan, selalu saja ada tersedia taman bermain anak. Anak-anak menyebutnya "speeltuin", bahasa belanda dari play ground atau taman bermain. Taman-taman tersebut pun beragam, ada yang luas, ada yang sempit, ada yang berpasir, ada yang berair (disediakan pompa air untuk anak-anak bermain air). Jenis mainannya pun beragam, ada yang menyediakan lapangan bola, lapangan basket, arena bermain sepeda, arena bermain sepatu roda, arena jumpalitan🤣 (parkour), area olahraga otot, atau mainan-mainan sekadar selayaknya sebuah taman bermain seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, rumah-rumahan, pasir, air, rumput. Musim semi dan musim panas (seperti sekarang) adalah masanya anak-anak be...