Langsung ke konten utama

Moederdag: Selamat Hari Ibu

 Hari itu Ia bangun siang, seperti biasa.

Bukannya segera sarapan seperti yang biasa Ia lakukan, tetapi malah mengatakan ingin pergi ke gudang, di bawah. Segera Ia mengenakan jaket, dan menghilang dibalik pintu.
Gudang kami memang terletak di bawah, di lantai di bawah tanah, bersama dengan gudang-gudang penghuni apartemen lainnya. Di sana kami menyimpan semua perkakas-perkakas perabotan rumah yang tak terpakai atau jarang terpakai.
Salah satu ciri khas rumah Belanda adalah keberadaan gudang atau tempat penyimpanan, meski memang tidak setiap rumah atau apartemen memilikinya, tetapi hampir 80% memilikinya.
...
Tak lama kemudian ia datang, membawa 3 kuntum bunga. satu mawar merah, satu mawar kuning dan satu ester putih. Masing masing dikemas cantik. "Tiga bunga dari Mas Huda, Adik Althaf dan dik Ashfa untuk Ibu" katanya. Saya, yang kala itu sedang menemani Althaf dan Ashfa bermain di sofa merah, terkejut. "Sebenarnya kalau orang belanda, hari ini Mas Huda yang siapkan sarapan untuk Ibu lalu dibawa ke tempat tidur Ibu, tapi ya...Mas Huda bangun siang hehehe" tambahnya lagi.
"Hahaha..." Saya tertawa. Anak ini manis sekali..:)
Ternyata ia menyembunyikan bunga-bunga itu di gudang. Meletakkan tangkai bunganya di botol kaca bekas selai yang tersimpan di sana, dan membagi air dari air di botol minumnya. Ia rawat bunga itu.

Saya harus berterimakasih pada Ayahnya Guus, sahabatnya Huda, yang kebetulan sehari sebelumnya pergi bersama bermain bola. Dikesempatan itu Ayahnya Guus membeli rangkaian bunga untuk istrinya, dan menawarkan pada Huda untuk membelikan bunga, Huda boleh memilih.
Bunga, barangkali, hanyalah salah satu perwujudan rasa sayang kepada Ibu. Dan ketika rasa itu diwujudkan, sungguh senang sekali rasa hati menerimanya:)

Happy Moederdag!
Selamat Hari Ibu!
Meski terlambat, hampir satu pekan, hehe...

Satu pekan ini status sebagai seorang Ibu memberati langkah saya. Membuat saya memikirkan kembali peran ibu.

Bagi beberapa perempuan, menjadi Ibu berarti kehilangan dirinya, Ia tak lagi menjadi miliknya sendiri, Ia menjadi milik keluarganya, semua waktunya milik keluarganya, dari pagi saat membuka mata hingga petang menutup mata. Ia yang wangi, dulu, menjadi sekarang yang bau bawang, kusem, menyiapkan semua kebutuhan keluarga, hingga tak punya waktu untuk dirinya sendiri.

Ibu (terutama di Indonesia) memiliki peran teknis dalam keluarga sangat dominan. Dengan alasan memastikan semua kehidupan dalam keluarga (terutama anak-anak) berjalan baik, secara tidak sadar menjadikan suara-suara ibu yang menjadi suara latar di dalam rumah semakin lama menjadi semakin bernada tinggi dan cepat (alias ngomel😅)

Sementara bapak, dengan dalih telah bekerja keras mencari nafkah penghidupan keluarga di luar rumah, menjadikan rumah dan keluarga di dalamnya sebagai tempat bersenang-senang, tempat penghiburan.
Sehingga anak-anak kemudian melihat sosok Ibu sebagai sosok yang penuh aturan, penuh perintah, ga asyik. Dan sebaliknya, melihat sosok bapak sebagai sosok yang bebas, seru dan asyik sekali.

Kan ngga adil?!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.