Syawal hampir berakhir. Tapi saya belum juga menulis tentang Ramadhan di Wageningen. Yah begitulah manusia, seringkali membuat rencana berderet-deret yang tampak begitu manis, asyik, seru dan nyata; tetapi seringkali lupa, ada faktor x yang membuat rencana-rencana tersebut buyar begitu saja. Bisa jadi karena faktor-faktor dari luar bahkan bisa jadi karena faktor-faktor dari dalam diri sendiri. Malas atau sekadar pikiran "besok saja, ah!" sudah cukup untuk membuat rencana-rencana tersebut tetap sebuah rencana😅.
Oleh karena itu, disinilah saya, menuliskan ingatan-ingatan mengenai Ramadhan di Wageningen, Ramadhan di Eropa, yang tentu saja jauh berbeda dengan ramadhan di tanah air.
Sepi..
Di tanah air, bulan Ramadhan barangkali menjadi bulan paling sibuk, dari segi sosial, ekonomi, bahkan politik semuanya bergerak. Masjid-masjid di kampung-kampung, komunitas-komunitas di masyarakat, sekolah-sekolah bahkan kantor-kantor tempat bekerja semua menyelenggarakan kegiatan ramadhan, seperti: buka bersama, tarawih, tadarus, pengajian, pesantren kilat, santunan anak yatim. Ramadhan menjadi bulan berkumpulnya orang-orang, ramadhan menjadi laku sosial.
Berbeda dengan ramadhan di tanah air, ramadhan di Eropa, khususnya Belanda di mana persentase muslim hanya 5 persen di tengah-tengah masyarakat tak beragama (lebih dari 50 persen masyarakatnya memilih untuk tidak beragama), cenderung sepi.
Di tempat inilah, justru, ramadhan menjadi hanya milik diri sendiri dan Tuhannya, sebagaimana ibadah puasa adalah ibadah pribadi yang hanya dirinya dan Tuhannya lah yang mengetahui. Sahur sendiri, Buka puasa sendiri, tarawih sendiri, mengaji sendiri, di kamar seorang diri atau di rumah sekeluarga sendiri.
Meramaikan Ramadhan yang sepi..
Bagaimana caranya? Tentu saja dengan mengadopsi kebiasaan-kebiasaan di tanah air. Membentuk komunitas dan kemudian menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ramadhan seperti pengajian menjelang buka bersama yang kemudian dilanjutkan buka bersama hingga tarawih.
Di Ramadhan terakhir kami di sini, setidaknya ada 4 acara buka bersama di akhir pekan. Minggu pertama acara pengajian dan buka bersama diselenggarakan oleh PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) bekerjasama dengan komunitas Pengajian Wageningen. Pengajian disampaikan oleh Fahrizal Yusuf Affandi.
Di akhir pekan kedua, komunitas Yasin Taklim menyelenggarakan kegiatan pengajian dan buka bersama di kediaman seorang Phd dari Bogor. Pada kesempatan tersebut pengajian disampaikan oleh Gus Nasir, seorang santri yang sedang mengambil gelar master di ISS Denhaag.
Di akhir pekan keempat, kami mengundang teman-teman komunitas Yasin Taklim untuk buka bersama di rumah kami. Saat itu pengajian disampaikan oleh Zaimatul Sakdiyah, seorang mahasiswa Phd di Nijmegen.
Dan terakhir, di malam takbiran kami berkumpul di kediaman pasangan calon pejabat di BRIN dan dosen IPB, takbiran bersama.
Dengan cara-cara tersebut lah kami meramaikan Ramadhan di negeri orang. Berkumpul mengaji dan menikmati sajian khas tanah air yang juga kami siapkan sendiri.
Komentar
Posting Komentar