Langsung ke konten utama

Gembok Cinta, Koln

Pernah dengar gembok cinta yang terpasang di jembatan? Mitosnya, jikalau pasangan saling kasih memahatkan namanya digembok dan memasangnya di jembatan lalu membuang kuncinya di sungai, maka pasangan tersebut akan menjadi pasangan langgeng, awet selamanya. Banyak yang percaya dan kemudian melakukannya, meski banyak juga yang melakukannya sekadar untuk bersenang-senang.

Mitos ini diawali di jembatan Hohenzollern di tahun 2008, entah siapa yang memulai. Ada banyak sekali gembok yang terpasang di jembatan ini, berbagai warna, beragam bentuk, penuh. Barangkali karena penuh, kami tak melihat pasangan yang sedang sibuk memasang gembok ketika kami mengunjungi jembatan tersebut, tak ada tempat lagi sepertinya.
Atau bisa juga karena alasan lain, seiring dengan kepedulian orang terhadap lingkungan. Gembok-gembok tersebut menambah beban yang harus ditanggung oleh jembatan selain juga kunci-kunci besi yang rawan korosi tersebut dengan sengaja dibuang ke dalam sungai, tentu saja akan membuat sungai menjadi tercemar, dan para pencinta lingkungan tak kan menyukainya.

Jembatan tersebut adalah jembatan yang terletak di kota Koln, yang juga terletak tak jauh dari stasiun Koln, menghubungkan kawasan Koln yang dipisahkan oleh sungai Rhine, dan menghubungkan stasiun Koln (Koln Haufbanhoff) dengan stasiun Koln Messe. Jangan dibayangkan Jembatan ini adalah jembatan pada umumnya sebuah jembatan, yang dilalui beragam kendaraan, bukan.  Karena Jembatan Hohenzollern ini merupakan jembatan khusus untuk kereta api dan jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki antara dua kawasan tersebut, tak ada kendaraan bermotor dan mobil yang diizinkan melintasi jembatan ini.

Mudah dan dekat sekali untuk sampai jembatan ini. Sehingga menjadi salah satu rute yang dilalui wisatawan ketika mengunjungi Koln, pantas saja semenjak 2008 gembok-gembok segera memenuhi jembatan, wisatawan-wisatawan itu menorehkan namanya dan nama pasangannya di jembatan.

Kami melihat jembatan Hohenzollern ini dari tepian sungai Rhine.  Setelah lelah mengelilingi kota Koln, rasanya ingin duduk sebentar sembari menikmati es krim dari sebuah kedai es krim yang tampak sangat menggoda untuk dicicip. Ternyata banyak yang seperti kami, sekadar duduk di tepian sungai mengamati dari jauh pemandangan sekitar. Tampak jembatan Hohenzollern di sebelah kiri.

Sekitar pukul 14.00, setelah cukup istirahat sejenak, perjalanan kami berlanjut menuju Jembatan. Sebentar saja kami di atas jembatan tersebut. Melihat-lihat orang yang hilir mudik di atas jembatan, sekadar berhenti berfoto dengan latar belakang gembok-gembok cinta, memperhatikan nama-nama yang tertera di gembok-gembok tersebut. Menikmati iringan kapal-kapal yang berlayar mengarungi sungai Rhine. Dan menemani Huda menikmati hobinya "spotting" kereta-kereta yang melaju dari balik pagar bergembok jembatan Hohenzollern.

Kami tak tahu apa yang tampak di seberang jembatan, seberang sungai Rhine, karena kami tak melanjutkan perjalanan ke sana. Kami kembali, berbalik arah menuju Gereja tua, untuk kemudian melanjutkan perjalanan.

Lanjut cerita selanjutnya besok yaaa😆

Komentar

Postingan populer dari blog ini

God Create World, Dutch...

Empat tahun tinggal di Belanda, membuat saya bisa sedikit mengerti bagaimana Orang-orang Belanda itu... Hangat, to the point tapi juga pintar berbasa-basi (tapi ngga mbulet-mbulet seperti orang jawa 😅), dan karakter yang menonjol adalah pede alias tingkat kepercayaan diri mereka sangat tinggi. Setiba di negara ini, 24 Februari 2016 lalu, segera saya mendengar sesumbar "God Created World, Dutch created the Netherlands". Nether artinya lembah, Netherlands adalah tanah yang rendah. Sekitar 30% daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sebagian hanya sekitar satu meter di atas permukaan laut. Sungai-sungai besar mengalir di negara ini, Sungai Rhine , Sungai Maas , Sungai Ijssel , dan Sungai Scelt , menyebabkan daratan Belanda berada di lembah-lembah sungai. Dengan kondisi geografi yang demikian, Belanda menjadi negara yang sangat rentan terhadap banjir. Tercatat, di tahun 1953, terjadi banjir besar dengan ribuan korban jiwa di Belanda.  Sejak itu, mereka belajar,
Suara notifikasi hp di pagi jelang siang ini membuat saya beranjak dari kursi. Sengaja saya jauhkan ia dari jangkauan, Seringkali ragam media sosial yang terpasang di hp mengganggu saya, membuat saya terjebak dalam jurang maya, sehingga saya memilih menjauh saat tersadar. Ternyata, satu kawan mencolek saya via instagram. Duh!! Bukan pada isi gambar yang ia bagikan, tapi colekannya mengingatkan pada satu percakapan pagi kemarin. "Dah dibelikan hp, diajak ke Belanda, mbok narsis dikit!!" "Suami lain mungkin ada yang keberatan istrinya main hp terus, lah ini malah kudu disuruh suruh sampai nangis ini" "Pak Barkah banget sih" Tak kuasa, tertawa juga akhirnya saya ketika nama Ayah saya disebut. "Memang" pendek saya menjawab. "Kenapa sih?" Ia mengejar, "Tanya Pak Barkah!" Jawab saya sambil terus tertawa. Tapi tampaknya ia mulai kesal.. "Update status" satu hal yang mungkin tampak sepele di mata banyak or

Juli - kepanikan mencari sekolah

  Juli, akan selalu mengingatkan saya pada masa-masa liburan sekolah. Dan mulai tahun ini, dan beberapa tahun mendatang, secara berkala, akan menjadi bulan-bulan yang disibukkan dengan kegiatan mencari - mendaftar sekolah untuk anak-anak. Tahun-tahun sebelum ini, setidaknya selama enam tahun ini, bulan Juli menjadi bulan yang paling menyenangkan. Karena di bulan inilah anak-anak memulai libur musim panasnya, sehingga perasaan yang muncul hanyalah senang, senang, dan senaaaang🤣. Nonton film (hampir) setiap hari, naik kereta api berkunjung ke museum, menikmati keramaian kota, menginap di rumah teman, barbeque, atau sekadar berjalan-jalan atau sepedaan menikmati sore di Wageningen dan yang paling menyenangkan adalah tak perlu bangun pagi-pagi 🤣, selama enam minggu. Tapi mulai tahun ini, bulan Juli akan memiliki kisah yang lain, bagi kami sekeluarga. Dan Juli tahun ini adalah Juli peralihan. Sebuah peralihan dari dua budaya pendidikan. Kami akan meninggalkan Belanda sebentar lagi. Bu