Langsung ke konten utama

Juli - kepanikan mencari sekolah (2)

 Setelah melewati beragam drama, akhirnya kami memutuskan untuk mendaftarkan huda di sebuah sekolah swasta di jogja. Sebuah sekolah yang dalam pandangan kami, mendekati sekolah anak-anak di Belanda. Beberapa teman memang menyarankan kami untuk mendaftarkan anak-anak ke sekolah swasta alih-alih sekolah negeri.

Kenapa swasta?
Saya yang selalu duduk di bangku sekolah negeri terbaik di tiap jenjang sekolah, sebenarnya sulit untuk memandang buruk sebuah sekolah negeri. Tak ada yang buruk pada citra sekolah negeri selama saya bersekolah. Deretan piala berjejer rapi di ruang tamu kepala sekolah, guru-gurunya dipuji sebagai guru-guru yang bagus, nilai akhir siswa di ujian akhir selalu di rangking tinggi kabupaten, lulusan-lulusannya sebagian besar melanjutkan ke jenjang sekolah selanjutnya di sekolah negeri yang bagus pula. Apalagi biaya sekolah negeri amat sangat terjangkau kala itu.
Tapi saya tak menutup mata, sekolah swasta yang di jaman saya kecil dulu seolah-olah merupakan sekolah tuk siswa-siswa yang tak mendapat tempat di sekolah negeri, sekarang bukan lagi seperti itu. Sekolah swasta berkembang dari segi kuantitas dan kualitas. maaing-masing sekolah tersebut seolah-olah berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Sekolah swasta tak lagi bisa dipandang sebelah mata saat ini, ia justru menjadi semacam jawaban atas ketidakpuasan beberapa pihak yang peduli terhadap dunia pendidikan untuk memperbaiki kualitas pendidikan yang tampaknya begitu-begitu saja di sekolah sekolah negeri.

Dari sekian banyak sekolah menengah swasta, kami memutuskan untuk mendaftarkan Huda di SMP Tumbuh. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020! Menulis (lagi)!

Saya, haruskah memperkenalkan diri (lagi)? Setelah sekian lama tak menulis, memulai kembali menulis rasanya seperti malam pertama, deg-deg-an tapi penasaran😳. Meski tak berlangsung lancar di saat pertama, nyatanya selalu terulang lagi, dan lagi, semoga begitu juga dengan menulis. Niatan bertahun-tahun lalu untuk rajin menulis, ternyata tak kunjung terlaksana, tengoklah ke belakang, Banyaknya tulisan yang terpajang di beranda ini, masih bisa dihitung dengan jari saban tahunnya. Sebab apa? Saya, Ibu rumah tangga, haruskah saya memperkenalkan diri (lagi)? Seseorang berkata, menjadi ibu rumah tangga akan membuatmu kehilangan hobi. Oh ya?? Membaca cerpen dan novel, menonton film di layar TV, mendengarkan cerita seorang kawan dan sesekali menulis adalah hal-hal menyenangkan yang biasa saya lakukan di waktu luang di kala saya belum berumah tangga. Kemudian, kesibukan rumah tangga hadir mengisi waktu-waktu yang tersisa di bangku kuliah, hingga kemudian tanpa sadar, dalam satu hari, semu...

Tentang Alam di Februari

Februari, dalam ingatan pendek saya, beberapa tahun lalu, dan sekarang, selalu membawa cerita alam yang tak menyenangkan. Setidaknya di beberapa tempat yang pernah saya tinggali. Di Belanda, dua tahun lalu, februari 2018, angin dingin dari Siberia berhembus melewati daratan eropa, suhu terendah di Belanda tercatat hingga -20 C, kolam-kolam membeku, binatang-binatang kecil banyak ditemukan mati. Satu minggu penuh satu keluarga tinggal di rumah, sakit, maklum tubuh tropis tak mampu beradaptasi dengan perubahan cuaca yang cukup ekstrim. Begitu juga februari tahun ini, 2020. Bukan angin dingin yang datang, tapi badai. Tak tanggung-tanggung, 3 badai silih berganti berdatangan di akhir minggu, meski imbasnya senin-selasa-rabu kecepatan angin masih tetap tinggi. Tiga badai dengan nama yang amat cantik, Ciara, danish, dan Elena. *katanya, badai memang selalu diberi nama-nama yang cantik, nama-nama perempuan, karena laksana perempuan yang marah, ia kan mengamuk seolah hilang akal. (Begitu...

obat hectic

 Setelah semua keriuhan pindahan kemarin, ada penghiburan yang datang bertubi-tubi untuk kami, sekeluarga. Tuan rumah yang teramat sangat baik, ramah, hangat, yang menyediakan game 24jam tuk anak-anak; berjumpa dengan beberapa kawan-kawan lama di acara syukuran kawan yang barusaja mendapatkan pekerjaan di kota Praha, dan undangan makan siang di rumah Tante Vero. Mereka semua menyuguhkan makanan-makanan yang lezat yang tak sekadar mengisi perut kami yang kelaparan tapi juga menghangatkan hati kami.  Makanan, dimanapun itu, selalu berhasil menyatukan pribadi-pribadi yang berbeda, selama perut terisi penuh, hati akan pula terisi penuh. Tante Vero, perempuan baik hati yang kami kunjungi hari ini, adalah seorang Indonesia yang menikah dengan pria warga negara belanda. Sejak 2014 ia bersama suaminya membuka usaha warung makan di Wageningen. Radjawali nama warungnya.